Kamis, 07 Oktober 2010

JEJAK KHILAFAH DAN SYARIAT ISLAM INDONESIA


Tegaknya syariat Islam tidak lepas dari keberadaan penguasa kaum Muslim yang menerapkan hukum Islam, menjaga akidah Islam, melindungi kepentingan umat Islam, dan melakukan dakwah Islam. Penguasa tersebut sering disebut sebagai khalifah, imam, amirul mukminin, atau sultan.

Terlepas dari soal penamaan ini, penguasa kaum Muslim pada dasarnya adalah penguasa otoritatif yang diakui keberadaannya oleh kaum Muslim; mereka menjaga dan membela kaum Muslim dari berbagai pihak yang mencoba menganggu eksistensi kaum Muslim serta memelihara kaum Muslim sedunia.

Para ahli sejarah mengakui, Kekhilafahan Islam itu memang ada dan menjadi kekuatan politik real umat Islam. Setelah masa Khulafaur Rasyidin, di belahan Barat Asia muncul kekuatan politik yang mempersatukan umat Islam dari Spanyol sampai Sind di bawah Kekhilafahan Bani Umayah (660-749 M), dilanjutkan oleh Kekhilafahan Abbasiyah kurang lebih satu abad (750-870 M), serta Kekhilafahan Utsmaniyah sampai 1924 M.Adanya kekuatan politik di Asia Barat yang berhadapan dengan Cina telah mendorong tumbuh dan berkembangnya perdagangan di Laut Cina Selatan, Selat Malaka, dan Samudra Hindia.1 Hal ini dengan sendirinya memberi dampak bagi penyebaran Islam dan tumbuhnya kekuatan ekonomi, karena banyaknya pendakwah Islam yang sekaligus berprofesi sebagai pedagang.

Tulisan ini akan mengkaji pengaruh keberadaan Khilafah Islam yang berpusat di Timur Tengah, khususnya pada masa Utsmaniyah, terhadap kehidupan umat Islam di Nusantara. Kajian didasarkan pada suatu kerangka analisis bahwa dengan adanya Khilafah, umat Islam berada di bawah satu kepemimpinan. Khalifah merupakan pelindung kaum Muslim. Para penguasa kaum Muslim di berbagai belahan dunia dengan sendirinya akan mengakui dan tunduk pada Khalifah. Gangguan terhadap umat Islam di suatu negeri dianggap sebagai gangguan terhadap seluruh kaum Muslim; Khalifah akan berperan aktif mengamankannya.

Secara faktual, pada abad 16 dan 17, umat Islam di Kepulauan Nusantara sedang menghadapi serangan penjajah asing, khususnya Portugis dan Belanda. Kedatangan Portugis, sebagaimana diketahui, memiliki tujuan: merampas kekayaan umat Islam (gold), menjalankan tugas suci kristenisasi (gospel), dan melakukan pembalasan terhadap kaum Muslim yang telah menduduki Spanyol dan Portugal sejak zaman Kekhilafahan Bani Umayah (glory). Portugis ingin mewujudkan dominasi militer terhadap komunitas umat Islam.2

Bertolak dari fakta-fakta inilah, penulis melihat adanya hubungan antara Kekhilafahan Islam dan para Sultan di Kepulauan Nusantara.

Dua Pucuk Surat Pengakuan

Pengaruh keberadaan Khilafah Islam terhadap kehidupan politik Nusantara sudah terasa sejak masa-masa awal berdirinya Daulah Islam. Keberhasilan umat Islam melakukan penaklukan (futûhât) terhadap Kerajaan Persia serta menduduki sebagian besar wilayah Romawi Timur, seperti Mesir, Syria, dan Palestina di bawah kepemimpinan Umar bin al-Khaththab telah menempatkan Khilafah Islam sebagai superpower dunia sejak abad ke-7 M.

Ketika kekhilafahan berada di tangan Bani Umayyah (660-749 M), penguasa di Nusantara—yang masih beragama Hindu sekalipun—mengakui kebesaran Khilafah.

Pengakuan terhadap kebesaran Khilafah dibuktikan dengan adanya dua pucuk surat yang dikirimkan oleh Maharaja Sriwijaya kepada Khalifah masa Bani Umayah. Surat pertama dikirim kepada Muawiyah dan surat kedua dikirim kepada Umar bin Abdul Aziz.3 Surat pertama ditemukan dalam sebuah diwan (arsip, pen.) Bani Umayah oleh Abdul Malik bin Umair yang disampaikan kepada Abu Ya‘yub ats-Tsaqafi, yang kemudian disampaikan kepada Haitsam bin Adi. Al-Jahizh yang mendengar surat itu dari Haitsam menceriterakan pendahuluan surat itu sebagai berikut:

Dari Raja al-Hind yang kandang binatangnya berisikan seribu gajah, yang istananya terbuat dari emas dan perak, yang dilayani putri raja-raja, dan yang memiliki dua sungai besar yang mengairi pohon gaharu, kepada Muawiyah….4

Surat kedua didokumentasikan oleh Abd Rabbih (246-329/860-940) dalam karyanya, Al-Iqd al-Farîd. Potongan surat tersebut ialah sebagai berikut:

Dari Raja Diraja…, yang adalah keturunan seribu raja.…kepada Raja Arab (Umar bin Abdul Aziz) yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya hukum-hukumnya.5

Ibnu Tighribirdi, yang juga mengutip surat ini dalam karyanya, An-Nujûm azh-Zhâhirah fî Mulûk Mishr wa al-Qâhirah, memberikan kalimat tambahan pada akhir surat ini, yakni, “Saya mengirimkan hadiah kepada Anda berupa bahan wewangian, sawo, kemenyan, dan kapur barus. Terimalah hadiah itu, karena saya adalah saudara Anda dalam Islam.” 6

Namun demikian, sekalipun ada kalimat, “Saudara Anda dalam Islam,” belum ada indikasi Maharaja Sriwijaya memeluk Islam. Maharaja yang berkuasa pada masa itu ialah Sri Indravarman, yang disebut sumber-sumber Cina sebagai Shih-li-t’o-pa-mo. Nama ini mengisyaratkan bahwa ia belum menjadi pemeluk Islam.7

Sultan Rum, Khâdim al-Haramayn

Munculnya Kekhilafahan Islam Turki Utsmani, terutama setelah berhasil melakukan penaklukan atas Konstantinopel yang merupakan ibu kota Romawi Timur pada 857/1453, menyebabkan nama Turki melekat di hati umat Islam Nusantara. Nama yang terkenal bagi Turki di Nusantara ialah “Sultan Rum.” 8

Sebelum kebangkitan Turki Utsmani, istilah Rum mengacu pada Byzantium, dan kadang-kadang juga pada Kerajaan Romawi. Akan tetapi,setelah kemunculan Turki Utsmani, istilah Rum beredar untuk menyebut Kesultanan Turki Utsmani. Mulai masa ini, supremasi politik dan kultural Rum (Turki Utsmani) menyebar ke berbagai wilayah Dunia Muslim, termasuk ke Nusantara.9

Kekuatan politik dan militer Kekhilafahan Turki Utsmani mulai terasa di kawasan Lutan India pada awal abad ke-16. Sebagai penguasa kaum Muslim, Khalifah Turki Utsmani memiliki posisi sebagai khâdim al-Haramayn (penjaga dua tanah haram, yakni Makkah dan Madinah). Pada posisi ini, para penguasa Turki Utsmani mengambil langkah-langkah khusus untuk menjamin keamanan bagi perjalanan haji. Seluruh rute haji di wilayah kekuasaan Utsmani di tempatkan di bawah kontrolnya. Kafilah haji dengan sendirinya dapat langsung menuju Makkah tanpa hambatan berarti atau rasa takut menghadapi gangguan Portugis.

Pada tahun 954/1538, Sultan Sulaiman I (berkuasa 928/1520-66) melepas armada yang tangguh di bawah komando Gubernur Mesir, Khadim Sulaiman Pasya, untuk membebaskan semua pelabuhan yang dikuasai Portugis guna mengamankan pelayaran haji ke Jeddah.10

Turki Utsmani juga mengamankan rute haji dari wilayah sebelah Barat Sumatera dengan menempatkan angkatan lautnya di Samudera Hindia. Kehadiran angkatan laut Utsmani di Lautan Hindia setelah 904/1498 tidak hanya mengamankan perjalanan haji bagi umat Islam Nusantara, tetapi juga mengakibatkan semakin besarnya saham Turki dalam perdagangan di kawasan ini. Pada gilirannya, hal ini memberikan konstribusi penting bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi sebagai dampak sampingan perjalanan ibadah haji.

Pada saat yang sama, Portugis juga meningkatkan kehadiran armadanya di Lautan India, tetapi angkatan laut Utsmani mampu menegakkan supremasinya di kawasan Teluk Persia, Laut Merah, dan Lautan India sepanjang abad ke-16.11

Dalam kaitan dengan pengamanan rute haji, Selman Reis (w 936/1528), laksanama Turki di Laut Merah, terus memantau gerak maju pasukan Portugis di Lautan Hindia, dan melaporkannya ke pusat pemerintahan Khilafah di Istambul. Salah satu bunyi laporan yang dikutip Obazan ialah sebagai berikut:

(Portugis) juga menguasai pelabuhan (Pasai) di pulau besar yang disebut Syamatirah (Sumatera)….Dikatakan, mereka mempunyai 200 orang kafir di sana (Pasai). Dengan 200 orang kafir, mereka juga menguasai pelabuhan Malaka yang berhadapan dengan Sumatera….Karena itu, ketika kapal-kapal kita sudah siap dan, insya Allah, bergerak melawan mereka, maka kehancuran total mereka tidak terelakkan lagi, karena satu benteng tidak bisa menyokong yang lain, dan mereka tidak dapat membentuk perlawanan yang bersatu.12

Laporan ini memang cukup beralasan, karena pada tahun 941/1534, sebuah skuadron Portugis yang dikomandoi Diego da Silveira menghadang sejumlah kapal asal Gujarat dan Aceh di lepas Selat Bab el-Mandeb pada Mulut Laut Merah.

Membebaskan Malaka dan Menaklukan Daerah Batak

Sebagaimana disebutkan dalam berbagai buku sejarah, Semenanjung Malaka diduduki Portugis pada Abad ke-16. Ternyata hal ini juga menjadi perhatian Turki Utsmani.

Pada tahun 925/1519, Portugis di Malaka digemparkan oleh kabar tentang pelepasan armada Utsmani untuk membebaskan Muslim Malaka dari penjajahan kafir. Kabar ini, tentunya, sangat menggembirakan kaum Muslim setempat.13

Ketika Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar naik tahta Aceh pada tahun 943/1537, ia kelihatan menyadari kebutuhan Aceh untuk meminta bantuan militer kepada Turki, bukan hanya untuk mengusir Portugis di Malaka, tetapi juga untuk melakukan futûhât ke wilayah-wilayah yang lain, khususnya daerah pedalaman Sumatera, seperti daerah Batak. Al-Qahhar menggunakan pasukan Turki, Arab, dan Abesinia.14 Pasukan Turki terdiri dari 160 orang, ditambah 200 orang tentara dari Malabar. Mereka membentuk kelompok elit angkatan bersenjata Aceh. Selanjutnya al-Qahhar dikirim untuk menaklukkan wilayah Batak di pedalaman Sumatera pada tahun 946/1539.

Mendez Pinto, yang mengamati perang antara pasukan Aceh dan Batak, melaporkan kembalinya armada Aceh di bawah komando seorang Turki bernama Hamid Khan, keponakan Pasya Utsmani di Kairo.15

Seorang sejarahwan Universitas Kebangsaan Malaysia, Lukman Thaib, mengakui adanya bantuan Turki Utsmani untuk melakukan futûhât terhadap wilayah sekitar Aceh. Menurut Thaib, hal ini merupakan ekspresi solidaritas umat Islam yang memungkinkan bagi Turki melakukan serangan langsung terhadap wilayah sekitar Aceh.16

Demikianlah, hubungan Aceh dengan Turki sangat dekat. Aceh seakan-akan merupakan bagian dari wilayah Turki. Persoalan umat Islam Aceh dianggap Turki sebagai persoalan dalam negeri yang harus segera diselesaikan.

Nuruddin ar-Raniri, dalam Bustân as-Salâthîn, meriwayatkan, bahwa Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar mengirim utusan ke Istambul untuk menghadap ‘Sultan Rum’. Utusan ini bernama Husain Effendi yang fasih berbahasa Arab. Ia datang ke Turki setelah menunaikan ibadah haji.17 Pada Juni 1562, utusan Aceh tersebut tiba di Istambul untuk meminta bantuan militer Utsmani guna menghadapi Portugis. Ketika duta itu berhasil lolos dari serangan Portugis dan sampai di Istambul, ia berhasil mendapat bantuan Turki, yang menolong Aceh membangkitkan kebesaran militernya sehingga memadai untuk menaklukkan Aru dan Johor pada 973/1564.18

Khalifah dan Gubernurnya di Aceh

Dalam kaitan dengan utusan Aceh tersebut, Farooqi menemukan sebuah arsip Utsmani yang berisi sebuah petisi dari Sultan Alauddin Riayat Syah kepada Sultan Sulaiman al-Qanuni yang dibawa Husain Effendi. Dalam surat ini Aceh mengakui penguasa Utsmani sebagai khalifah Islam. Selain itu, surat ini melaporkan tentang aktivitas militer Portugis yang menimbulkan masalah besar terhadap para pedagang Muslim dan jamaah haji dalam perjalanan ke Makkah. Karena itu, bantuan Utsmani sangat mendesak untuk menyelamatkan kaum Muslim yang terus dibantai Farangi (Portugis) kafir.19

Khalifah Sulaiman al-Qanuni wafat tahun 974/1566. Akan tetapi, petisi Aceh mendapat dukungan Sultan Salim II (974-82/1566-74), yang mengeluarkan perintah Kekhilafahan untuk melakukan ekspedisi besar militer ke Aceh. Sekitar September 975/1567, Laksamana Turki di Suez, Kurtoglu Hizir Reis, diperintahkan berlayar menuju Aceh dengan sejumlah ahli senapan api, tentara, dan artileri. Pasukan ini diperintahkan berada di Aceh selama masih dibutuhkan oleh Sultan.20

Namun, dalam perjalanan, armada besar ini hanya sebagian yang sampai Aceh karena dialihkan untuk memadamkan pemberontakan di Yaman yang berakhir pada tahun 979/1571.21 Menurut catatan sejarah, pasukan Turki yang tiba di Aceh pada tahun 1566-1577 sebanyak 500 orang, termasuk para ahli senjata api, penembak, dan para teknisi. Dengan bantuan ini, Aceh menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1568.22

Kehadiran Kurtoglu Hizir Reis bersama armada dan tentaranya dengan sendirinya disambut dengan sukacita oleh umat Islam Aceh. Mereka disambut dengan upacara besar. Kurtoglu Hizir Reis kemudian diberi gelar sebagai gubernur (wali) Aceh,23 yang merupakan utusan resmi Khalifah yang ditempatkan di daerah Aceh.

Bendera Turki di Kapal Aceh

Hubungan Aceh dengan Turki Utsmani terus berlanjut, terutama untuk menjaga keamanan Aceh dari serangan Portugis. Menurut seorang penulis Aceh, pengganti al-Qahhar kedua, yakni Sultan Mansyur Syah (985-98/1577-88) memperbarui hubungan politik dan militer dengan Utsmani.24 Hal ini dibenarkan oleh sumber-sumber historis Portugis. Uskup Jorge de Lemos, sekretaris Raja Muda Portugis di Goa, pada tahun 993/1585 melaporkan kepada Lisbon bahwa Aceh telah kembali berhubungan dengan Khilafah Utsmaniyah untuk mendapatkan bantuan militer guna melancarkan serangan baru terhadap Portugis. Penguasa Aceh berikutnya, Sultan Alauddin Riayat Syah (988-1013/1588-1604) juga dilaporkan telah melanjutkan hubungan politik dengan Turki. Dikatakan, Khilafah Utsmaniyah bahkan telah mengirimkan sebuah bintang kehormatan kepada Sultan Aceh dan memberikan izin kepada kapal-kapal Aceh untuk mengibarkan bendera Turki.25

Kapal-kapal atau perahu yang dipakai Aceh dalam setiap peperangan terdiri dari kapal kecil yang gesit dan kapal-kapal besar. Kapal-kapal besar atau jung yang mengarungi lautan hingga Jeddah berasal dari Turki, India, dan Gujarat. Dua daerah terakhir ini merupakan bagian dari wilayah Kekhilafahan Turki Utsmani. Menurut Court, kapal-kapal ini cukup besar, berukuran 500 sampai 2000 ton.26 Kapal-kapal besar yang berasal dari Turki, yang dilengkapi meriam dan persenjataan lainnya dipergunakan Aceh untuk menyerang penjajah dari Eropa yang menganggu wilaya-wilayah Muslim di Nusantara.27 Aceh benar-benar tampil sebagai kekuatan besar yang sangat ditakuti Portugis karena diperkuat oleh para ahli persenjataan dari Kekhilafahan Turki sebagai bantuan Khalifah terhadap Aceh.28

Menurut sumber-sumber Aceh, Sultan Iskandar Muda (10116-46/1607-36) mengirimkan armada kecil yang terdiri dari tiga kapal, yang mencapai Istambul setelah dua setengah tahun pelayaran melalui Tanjung Harapan. Ketika misi ini kembali ke Aceh, mereka diberi bantuan sejumlah senjata, 12 pakar militer, dan sepucuk surat yang merupakan keputusan Khilafah Utsmaniyah tentang persahabataan dan hubungan dengan Aceh. Kedua belas pakar militer tersebut disebut pahlawan di Aceh. Mereka dikatakan sangata ahli sehingga mampu membantu Sultan Iskandar Muda tidak hanya dalam membantu membangun benteng tangguh di Banda Aceh, tetapi juga istana kesultanan.29

As-Singkeli dan Qanun Syariah di Aceh

Sebagai bagian Khilafah Islam, Aceh menerapkan syariat Islam sebagai patokan kahidupan bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, Aceh banyak didatangi para ulama dari berbagai belahan Dunia Islam lainnya. Syarif Makkah mengirimkan ke Aceh utusannya, seorang ulama bernama Syaikh Abdullah Kan’an sebagai guru dan muballig. Sekitar tahun 1582, datang dua orang ulama besar dari negeri Arab, yakni Syaikh Abdul Khair dan Syaikh Muhammad Yamani. Di samping itu, di Aceh sendiri lahir sejumlah ulama besar, seperti Syamsuddin as-Sumatrani dan Abdur Rauf as-Singkeli.30

Abdur Rauf Singkel mendapat tawaran dari Sultan Aceh, Safiyatuddin Shah untuk menduduki jabatan kadi/ hakim (qâdhi) dengan sebutan Qadhi al-Malik al-Adil yang sudah lowong beberapa lama karena Nuruddin ar-Raniri kembali ke Ranir (Gujarat). Setelah melakukan berbagai pertimbangan, Abdur Rauf menerima tawaran tersebut.31 Karena itu, ia resmi menjadi kadi/hakim (qâdhi) dengan sebutan Qadhi al-Malik al- Adil. Selanjutnya, sebagai seorang kadi/hakim, Abdur Rauf diminta Sultan untuk menulis sebuah kitab sebagai patokan (qânûn) penerapan syariat Islam.32 Buku tersebut kemudian diberi judul Mir’ah al-Thullâb.

Menurut Abdur Rauf, naskah Mir’ah ath-Thullâb mengacu pada kitab Fath al-Wahhâb karya Abi Yahya Zakariyya al-Ansari (825-925 H). Sumber lain yang digunakan untuk menulis buku ini ialah: Fath-al-Jawwâd, Tuhfah al-Muhtâj, Nihâyah al-Muhtâj, Tafsîr al-Baydawi, al-Irsyâd, dan Sharh Shahîh Muslim.33

Mir’ah ath-Tullâb mengandung semua hukum fikih Imam asy-Syafi’i, kecuali masalah ibadah. Peunoh Daly dalam disertasinya hanya menguraikan sebagian kandungan Mir’ah ath-Thullâb, terdiri dari: Hukum Nikah, Talak, Rujuk, Hadanah (Penyusuan), dan Nafkah.

Namun, terlepas dari itu, Aceh sebagai bagian dari Khilafah Islam memiliki qânûn (undang-undang) penerapan syariat Islam yang ditulis oleh Abdur Rauf as-Singkeli.

Penutup

Banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan yang dekat antara Aceh dan Khilafah Turki Utsmani. Aceh seakan-akan dianggap sebagai bagian dari wilayah Turki Utsmani. Persoalan yang menimpa umat Islam di Aceh seakan-akan dianggap sebagai persoalan umat Islam secara keseluruhan. Turki Utsmani melindungi wilayah Aceh serta membantu Aceh melakukan futûhât dan dakwah. Namun demikian, perlu penelitian lebih lanjut: apakah Aceh benar-benar menjadi bagian dari Kekhilafahan Turki Utsmani ataukah merupakan negeri sendiri yang mendapat perlindungan Khilafah akibat solidaritas dan persaudaraan Islam? Yang jelas, peran Khilafah Islam di wilayah Nusantara bukan suatu yang asing. Perlindungan Khalifah pernah dirasakan oleh umat Islam di Nusantara. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.

Oleh: Dr. Maman Kh (Dosen UIN Jakarta)

Jumat, 13 Agustus 2010

TAYANGAN STASIUN TELEVISI KITA

SEKITAR 15-20 tahun yang lalu (dihitung dari tahun 2000) kita mungkin tak dapat membayangkan bahwa suatu saat negeri ini akan dihiasi oleh berbagai stasiun televisi swasta. Pertelevisian nasional didominasi oleh stasiun televisi pemerintah yaitu TVRI, yang bernaung di bawah Departemen Penerangan. Program-programnya, tidaklah mengherankan, berisi hal-hal yang sesuai dengan selera pemerintah. Dalam suasana pemerintah Orde Baru yang kurang atau mungkin bahkan tidak demokratis, praktis rakyat tidak memiliki banyak pilihan menonton acara televisi yang sesuai dengan seleranya. Hanya segelintir masyarakat yang dapat menikmati tayangan alternatif (televisi asing) melalui parabola, mengingat untuk memilikinya relatif mahal.

Program-program TVRI periode Orde Baru mungkin juga dapat disaksikan pada negara-negara yang memiliki pemerintahan yang relatif otoriter: cenderung monoton. Mungkin begitulah ciri pertelevisian nasional di negara-negara yang tidak demokratis.

Sekitar tahun 1989 kita mengenal televisi swasta pertama yaitu RCTI, stasiun televisi swasta yang dikenal luas dimiliki oleh anggota Keluarga Cendana. Demikian pula sekitar tahun 1990, muncul SCTV, tahun 1991 muncul TPI dan terus bermunculan Indosiar dan ANTV. Kehadiran mereka sedikit banyak menyajikan tayangan alternatif yang sesuai dengan selera masyarakat. Namun pembatasan mengenai apa yang boleh dan yang tak boleh ditayangkan masih terasa. Program diskusi yang mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah masih sangat kurang –untuk tidak mengatakan tidak ada.

Revolusi 1998 yang melengserkan simbol Orde Baru yaitu Soeharto (lahir tahun 1921) dari jabatannya sebagai Presiden kedua Republik Indonesia, mengubah banyak hal. Berbagai hal-hal yang sekian lama dinilai tabu dibahas pada periode kekuasaannya begitu cepat diungkap atau disebar luas, semisal berbagai praktek pelanggaran HAM dan praktek KKN. Gairah masyarakat untuk lebih berpartisipasi menentukan nasib bangsa dan negara –yang tentu terkait dengan nasib mereka sendiri– seakan mendapat “angin surga”. Para pejabat dan aparat –baik sipil dan militer– yang sekian lama cenderung dinilai sewenang-wenang sempat terpojok dan menjadi obyek sikap kritis masyarakat, terutama LSM.

Angin surga kebebasan tersebut merambah pula ke dalam dunia pertelevisian kita. Program-program yang disajikan lebih bervariasi dan “berani”. Beberapa stasiun televisi baru muncul.

Namun perkara berani atau bervariasi agaknya makin lama makin melampaui batas, kian jauh dan menyimpang dari ukuran yang patut. Penulis menilai bahwa betapapun variatifnya acara televisi, program-program yang disajikan agaknya dapat dibagi dalam beberapa kelompok semisal telenovela, film India, sinetron, musik dangdut dan tayangan misteri. Acara-acara demikian nyaris ada pada setiap stasiun. Seiring perjalanan waktu, mulai ada yang mengkritisi hal demikian.

Sebagai contoh, kita simak tayangan musik dangdut dan misteri. Jika kita mencermatinya, nyatalah bahwa penampilan para artis dangdut makin lama makin berani dalam arti pamer aurat dan gerak-geriknya cenderung erotis. Pada umumnya mereka adalah generasi muda. Penampilan tersebut sempat menimbulkan keprihatinan para seniornya. Para senior merasa telah bersusah payah mengangkat martabat musik dangdut dari musik yang dinilai pinggiran atau kampungan menuju level terhormat di pentas nasional, bahkan internasional. Penampilan seronok para artis muda tersebut dinilai dapat menjerumuskan musik dangdut hingga menjadi musik comberan.

Mengenai tayangan misteri, ini tak terlepas dari peradaban kita (Timur) yang meyakini sesuatu yang ghaib. Ini mungkin dapat difahami, bahwa perkara ghaib sangat terkait dengan agama yang memang lahir di Timur semisal Hindu, Budha, Konghucu, Nasrani dan Islam. Bahkan sebelum ada agama, manusia –terutama di Timur– meyakini bahwa di balik segala yang tertangkap panca indera juga terdapat alam yang misteri, yaitu alam yang terdapat kekuatan atau kuasa besar mengatur segala yang ada –yang lazim disebut Tuhan atau Dewa/i, ruh, setan atau hantu. Kepercayaan itulah yang agaknya dieksploitasi habis-habisan oleh (setiap) stasiun TV. Bahkan untuk pembuktian alam ghaib, beberapa orang bersedia menjadi peserta “survey” dengan istilah seperti “uji nyali” dan “uka-uka”. Si peserta ditinggal sendirian di tempat yang dinilai angker pada malam hari, umumnya berakhir jam 05.00.

Dalam konteks Indonesia yang notabene mayoritas Muslim, tak pelak bahwa tayangan tersebut merusak mental masyarakat. Masyarakat seakan dituntun untuk percaya alam ghaib melenceng dari batasan yang ditetapkan agama Islam –lazim disebut syirik– dan umbar aurat. Tayangan tersebut boleh dibilang menguntungkan stasiun bersangkutan ditinjau dari banyak iklan yang menghiasi acara tersebut, perkara dampak terhadap masyarakat itu soal lain. Serahkan saja pada diri masing-masing penonton.

Bagi yang cermat menyimak, tayangan yang dinilai merusak mental masyarakat adalah hasil dari peradaban kapitalisasi global yang berfokus mencari untung (materi) belaka tanpa peduli dampak moralnya. Jika menyebut kapitalis, hampir pasti bahwa yang teringat adalah dunia Barat. Bahkan ada yang menilai bahwa tayangan yang disajikan kepada masyarakat Indonesia bukan sekadar mencari untung, tapi terselip suatu misi tertentu yaitu penjajahan budaya atau norma atau pernah penulis baca dengan istilah penetrasi budaya. Memang penetrasi di bidang budaya merupakan bagian dari imperialisme Barat selain dominasi di bidang politik dan eksploitasi di bidang ekonomi. Walaupun cara dan wujudnya mungkin berbeda sesuai dengan perjalanan zaman namun dasarnya tetap sama.

Untuk menghadapi penjajahan model itu, bukanlah dengan cara militer yang didukung persenjataan paling canggih, karena norma adalah sesuatu yang abstrak tetapi hidup atau ada di masyarakat. Maka harus dihadapi dengan cara yang abstrak pula.

Sejauh ini agama adalah cara yang tepat untuk menangkal dampak merusak dari tayangan TV, baik diberikan di rumah/keluarga –dan ini yang paling dasar– juga diberikan di lembaga pendidikan. Dinilai sebagai cara yang tepat karena agama memiliki serangkaian hukum atau moral yang bila dilanggar akan menemui akibat yang lazim disebut dosa, semacam noda atau cacat yang harus dibereskan oleh hukuman dalam tempat yang sering digambarkan secara mengerikan yang lazim disebut neraka.

Dalam ghaib, Tuhan menjelaskan bahwa yang pertama dan utama ghaib adalah Tuhan itu sendiri. Manusia dituntut percaya ghaib dengan mendahulukan percaya kepada Tuhan, Dzat yang Maha Ghaib. Dengan kepercayaan dasar demikian manusia diarahkan percaya bahwa Tuhan mampu menciptakan makhluk ghaib.

Untuk menutup kemungkinan manusia memperlakukan perkara ghaib melenceng dari batasan yang ditetapkan-Nya, Tuhan menjelaskan bahwa makhluk ghaib juga dibebani kewajiban mengabdi kepada Tuhan dan segala perilakunya juga dimintai pertanggung jawaban, sama halnya dengan manusia. Setahu penulis, antara makhluk ghaib dan manusia diizinkan saling berhubungan dalam lingkup tauhid, bukan syirik.

Mengenai seni, agama menjelaskan bahwa Tuhan adalah Maha Pencipta. Tentu saja mampu menciptakan yang indah-indah semisal hutan hijau, langit cerah serta sungai yang bagai berlenggak-lenggok. Manusia hanya meniru ciptaan tersebut dengan menyimak alam sekitar. Manusia diizinkan mengungkapkan rasa indahnya dengan tujuan makin mencintai sumber keindahan yaitu Tuhan sendiri. Mengumbar gerakan dan pakaian seronok tentunya tidak termasuk yang mendapat izin Tuhan.

Tetapi maksud akhir agama bukanlah untuk menuntun orang menggembirakan dengan surga dan menakuti dengan neraka, tetapi menuntun manusia untuk hidup dan mati sesuai kehendak Tuhan sebagai rasa syukur terhadap nikmat yang diberikan kepada kita, termasuk nikmat hiburan. Dan hal tersebut memiliki peluang berguna menyikapi berbagai tayangan TV yang telah merambah ruang privat kita yaitu kamar tidur atau (mungkin) WC kita.

Kaum Muslim jelas mendapat tanggung jawab berat menyelamatkan Indonesia dari dekadensi moral karena mayoritas penonton adalah kaum Muslim pula. Sikap kritis terhadap tayangan TV perlu ditampilkan, bagaimanapun orang membuat stasiun TV dan menyusun acaranya tidak terlepas dari perhitungan dagang, jika bicara soal dagang orang cenderung lebih mengutamakan untung –tentu dalam arti materi– tanpa atau sedikit mempedulikan dampak moral. Sadar atau tidak sadar para pemilik modal melaksanakan agenda imperialis. Gerakan imperialis menetapkan bahwa penjajahan dapat dilaksanakan melalui media elektronik –hampir pasti menjadikan kaum Muslim sebagai target utama, di Indonesia telah tersedia para anteknya yang siap melaksanakan program tersebut.

Kegagalan imperialis Barat dalam perang salib (1095-1291) disimak dengan cermat. Kaum Muslim sulit dijajah kalau imannya belum diperlemah atau moralnya belum dirusak. Media elektronik dapat berperan ampuh menyebarkan faham yang mengagungkan nikmat lahir atau duniawi, yang lazim disebut hedonisme. Tepat peringatan Muhammad menjelang akhir hayat bahwa kaum Muslim akan takluk karena cinta dunia dan takut mati. Dua perasaan itulah yang menjadi target bidik untuk di tumbuh-kembangkan oleh imperialis Barat.

Kebencian Yahudi terhadap Nabi Isa As

Mengapa kaum Yahudi ingin membunuh isa as. ?

jawab:

Di dalam al-Qur`an, Allah swt. bahkan telah menyebutkan secara jelas, bahwa kaum Yahudi adalah kaum pembunuh para nabi. Dan hal itu dikarenakan sangat banyak para nabi yang telah mereka bunuh. Di dalam al-Qur`an Allah swt. berfirman yang artinya,

"Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan al-Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mu’jizat) kepada `Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus. Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh." (QS. al-Baqarah (2) : 87)

Sebab pembunuhan yang mereka lakukan terhadap para nabi tersebut tidak lain adalah, karena mereka (para nabi tersebut) menyampaikan kepada mereka (kaum Yahudi) perkara-perkara yang sangat bertentangan dengan keinginan syahwat dan pendapat mereka, sehingga mereka pun tidak lagi menemukan alasan untuk tidak membunuh mereka atau menolak dakwah mereka. Karena itulah, yang mereka bunuh pun tidak hanya para nabi saja, para da'i di jalan Allah swt. juga turut mereka bunuh. Hal ini sebagaimana yang disebutkan di dalam firman Allah swt. yang artinya,

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih." (QS. Ali Imran (3) : 21)

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud r.a., Rasulullah saw. berkata, "Setelah bani Israil membunuh tiga ratus nabi di awal hari, mereka pun membuka kedai-kedai mereka di sore harinya."

Ketika menafsirkan firman Allah, "Dan karena ucapan mereka, "Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, lsa putera Maryam, RasulAllah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam l:eragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin, bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. " (QS. an-Nisa' (4) : 157) Ibnu Katsir berkata, "Saat Allah swt. mengutus Isa as. sebagai seorang rasul dengan membawa penjelasan-penjelasan yang nyata dan petunjuk yang benar, bangsa Yahudi pun memusuhinya. Mereka iri terhadap apa yang telah diberikan Allah swt. kepadanya, dari anugerah kenabian hingga mukjizat-mukjizat yang mengagumkan yang sengaja diberikan Allah swt. kepadanya untuk memuliakannya. Karena itulah mereka mendustakannya, dan berusaha untuk menyakitinya bahkan membunuhnya dengan se3ala cara. Sehingga nabi Allah Isa as. bersama ibunya pun hidup berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri yang lain.

Penderitaan hidup berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri yang lain pun, ternyata belum memuaskan kaum Yahudi. Karena itulah, mereka juga pergi untuk menghadap raja Damaskus pada waktu itu yang kebetulan juga seorang musyrik, dan mengatakan kepadanya bahwa, "Di dalam baitul Maqdis, ada seorang laki-laki yang telah memfitnah manusia, menyesatkan mereka, dan merusak warga para raja."

Setelah mendengar penjelasan dari mereka yang dipenuhi dengan rasa iri dan dengki tersebut, raja Damaskus pun menjadi murka. Karena itulah, kemudian ia menulis sebuah surat kepada gubernurnya yang berada di baitul Maqdis, yang berisi-kan perintah untuk segera menangkap orang tersebut, menyalibnya, dan meletakkan mahkota yang terbuat dari kawat di atas kepalanya, agar ia tidak dapat lagi menyesatkan manusia.

Segera setelah mendapat surat perintah itu, gubernur baitul Maqdis bersama sekelompok orang-orang Yahudi, pergi menuju rumah tempat kediaman Isa as., yang juga digunakannya untuk mengajar sahabat-sahabatnya. Ketika itu, nabi Aflah Isa as. sedang berada di tengah-tengah para sahabafiya, dan tatkala nabi Allah Isa as. dapat merasakan kedatangan orang-orang Yahudi tersebut, beliau pun berkata kepada para sahabatnya, "Siapakah di antara kalian yang bersedia untuk diserupakan Allah swt. wajahnya dengan wajahku agar ia dapat menjadi sahabatku di surga?" Salah seorang dari para sahabatnya segera menyambut tawaran itu, sehingga jadilah ia -dengan izin Allah swt.- seperti Isa as., dan nabi Isa as. sendiri diberikan rasa kantuk yang dalam oleh Allah swt. sehingga beliau pun tertidur. Dalam keadaan itulah, beliau diangkat ke langit.

Ketika pasukan gubernur baitul Maqdis dan sekelompok or­ang-orang Yahudi itu melihat pemuda yang telah diserupakan oleh Allah swt. wajahnya dengan wajah Isa tersebut, mereka menyangka bahwa pemuda itu adalah Isa, sehingga mereka pun menangkapnya pada malam hari, kemudian menyalibnya, dan meletakkan mahkota yang terbuat dari kawat berduri di atas kepalanya.

Orang-orang Yahudi pun kemudian menunjukkan seolah-olah merekalah yang telah melakukan penyaliban terhadap Isa as. dengan persetujuan dari orang-orang Nashrani sendiri, bahkan mereka pun menyebutkan bahwa, setelah Isa as. disalib, Maryam duduk di bawah salibnya sambil menangis.98 Wallahu A'lam


98. Kehidupan nabi Isa as. selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, begitupun dengan dakwahnya. Dan hal itu tidak lain, karena setiap kali Nabi Isa as. menyampaikan dakwahnya di suatu tempat, selalu berdebat dengan orang-orang sesat dari kalangan pendeta yang menentangnyajuga dengan para penulis kitab dan kaum farisi. Isa as. menunjukkan kepada mereka jalan Allah yang lurus, memerintahkan mereka untuk tetap beristiqomah, dan menjelaskan kepada mereka betapa jalan yang mereka tempuh saat ini begitu sesat. Tak lupa, al-Masih pun mencela sikap riya` dan perbuatan-perbuatan keji mereka, seketika hati mereka pun menjadi sempit dan dipenuhi dengan rasa iri, dengki, serta kebencian. Sehingga mereka pun berkumpul, lalu berkata, "Sesungguhnya kami sangat khawatir, bahwa Isa akan merusak agama kami karean banyak orang yang mengikuti ajarannya." Padahal agama yang rusak itu adalah agama mereka, dan hal itu karena mereka banyak merubah syari'at­syari'at Allah swt. sesuai dengan keinginan hawa nafsu mereka sendiri. Sedangkan agama yang dibawa nabi Isa as. adalah agama yang benar, yang meluruskan kerusakan­kerusakan yang telah mereka perbuat. Setelah mendengar penjelasan dari para pendeta tersebut, maka pemuka para pendeta Yahudi pada waktu itu, yang namanya Qayafa, pun berkata, "Satu orang yang mati lebih baikdaripada seluruh masyarakat lari dari agama mereka." Inilah fatwa yang dikeluarkan oleh pemuka para pendeta Yahudi. Ia telah menghalalkan pembunuhan nabi Isa as., sehingga para pembesar Yahudi dari para ulama mereka pun berkumpul dan bersepakat untuk segera membunuh nabi Isa as.

Lihat; kitab "Makayid Yahudiyah 'Abra at-Tarikh" (Tipudaya Yahudi Sepanjang Sejarah), hal. 32, karya Abdurrahman Hasan al-Maidani.

SEJARAH ARAB

1. Arab Pra-Islam

i. Kondisi Geo-Politik


Arab. Letaknya yang dekat persimpangan ketiga benua, semenanjung Arab menjadi dunia yang paling mudah dikenal di alam ini. Dibatasi oleh Laut Merah ke sebelah barat, Teluk Persia ke sebelah Timur, Lautan India ke sebelah selatan, Suriah dan Mesopotamia ke utara, dahulu merupakan tanah yang gersang tumbuh-tumbuhan di Pegunungan Sarawat yang melintasi garis pantai sebelah barat. Meski tidak banyak perairan, beberapa sumbernya terdapat di bawah tanah yang membuat ketenangan dan sejak dulu berfungsi sebagai urat nadi permukiman manusia dan kafilah-kafilah.

Semenanjung Arabia dihuni sejak hari-hari pertama dalam catatan sejarah. Sebenarnya penduduk teluk Persia telah membangun negara perkotaan, city-state, sebelum abad ketiga S.M.1 Para ilmuwan menganggap wilayah tersebut sebagai tempat kelahiran suku bangsa Semit, meski sebenarnya tak ada kata mufakat di antara mereka. Istilah Semit mencakup: Babilonia (pendapat Von Kremer, Guide, dan Hommel);2 semenanjung Arabia (Sprenger, Sayce, De Goeje, Brockelmann, dan lain-lain);3 Afrika (Noldeke dan lain-lain);4 Amuru (A.T. Clay);5 Armenia (John Peaters);6 bagian sebelah selatan semenanjung of Arabia (John Philby);7 dan Eropa (Ungnand).8

Phillip Hitti, dalam karyanya yang berjudul, Sejarah Bangsa Arab, menyebut,

"Kendati istilah semi tmuncul belakangan di kalangan masyarakat Eropa, hal tersebut biasanya dialamatkan pada orang-orang Yahudi karena yang terkonsentrasi di Amerika. Sebenarnya lebih tepat ditujukan pada penduduk bangsa Arab yang, lebih dari kelompok manusia lain, telah mendapat ciri bangsa Semit secara fisik, kehidupan, adat istiadat, cara berpikir dan bahasa. Orang-orang Arab masih tetap sama sepanjang pen­catatan sejarah."9

Hampir semua hipotesis asal-usul kesukuan lahir dari kajian di bidang bahasa mengambil sumber informasi dari Kitab Perjanjian Lama,10 yang kebanyakan tidak bersifat ilmiah serta didukung oleh bukti sejarah yang akurat. Misalnya, Kitab Perjanjian Lama memasukkan bangsa lain yang pada hakikat­nya bukan bangsa Semit seperti Alamite dan Ludim, di waktu yang sama tidak mengikutsertakan beberapa bangsa Semit lain seperti Funisia dan Kanaan.11 Melihat pendapat yang beragam, saya lebih cenderung menerima bahwa kaum Semit muncul dari kalangan bangsa Arab. Menjawab pertanyaan siapa sebenarnya bangsa Semit dan siapa yang bukan, Bangsa Arab dan Israel memiliki keturunan asal usul serumpun melalui Nabi Ibrahim.12

ii. Nabi Ibrahim dan Kota Mekah

Dalam waktu yang ditetapkan dalam sejarah, Allah memberi karunia kepada Nabi Ibrahim seorang putra, Isma'il, pada usia lanjut. Ibunya, Siti Hajar, seorang hamba yang dihadiahkan Pharos kepada Sarah. Kelahiran Isma'il membuat Sarah cemburu luar biasa di mana ia meminta agar Ibrahim memutus hubungan persaudaraan wanita tersebut dengan putranya.13 Melihat adanya perselisihan dalam keluarga, ia membawa Siti Hajar dan Isma'il ke tanah Mekah yang tandus, lembah yang amat panas dan tak berpenduduk, serta ke­kurangan makanan dan minuman. Saat mulai tinggal, Siti Hajar melempar pan­dangan pada tanah kosong yang ada di sekelilingnya dengan perasaan tak menentu disertai pertanyaan kepada Ibrahim apakah ia telah meninggalkan mereka. la tak menjawab. Lalu ia bertanya adakah ini perintah Allah? Ibrahim lalu mengiyakan. Mendengar jawaban itu ia berkata, "Jika demikian halnya, Tuhan tak akan membuat kita sia-sia." Pada akhirnya, air Zamzam menyembur dari dalam tanah gersang membasahi kaki si kecil, Isma'il. Mata air itulah yang membuat tempat itu sebagai permukiman yang dihuni pertama kali oleh kabilah Jurhum.14

Beberapa tahun kemudian Nabi Ibrahim, saat mengunjungi putranya, memberi tahu tentang sebuah pandangan pemikiran:

"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama­sama Ibrahim, Ibrahim berkata, 'Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka Pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab, 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang dipertanyakan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang­orang yang sabar.' Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran kedua­nya). Dan saya panggilah dia, 'Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu,' sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar­benar sesuatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar."15

Nabi Ibrahim dan Isma'il menerima perintah ketuhanan guna membangun tempat suci pertama di muka bumi sebagai tempat menyembah Allah,

"Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia."16

Bakkah sebuah ungkapan kata lain dari kota Mekah, dari atas batu itulah ayah dan putranya memusatkan perhatian pada pembangunan Ka'bah yang suci dengan sikap ketakwaan seorang yang telah menghadapi cobaan yang sangat berat dan mampu menghadapinya karena `inayah Allah. Setelah menyelesaikan bangunan itu, Nabi Ibrahim lalu berdoa,

"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. "17

Tidak lama kemudian doa yang disemburkan mulai membuahkan hasil dan Mekah tidak lagi terpencil; kehidupan semakin berkembang dengan adanya tempat suci Allah, air zamzam, dan penduduknya mulai menuai kesuburan. Kemudian menjadi pusat lintas perdagangan ke Suriah, Yaman, Ta'if, dan Najd,18 dan penyebab utama di mana dari masa ke masa, para kaisar dari Aellius Gallus hingga Nero ingin menyebarkan pengaruh di persinggahan penting kota Mekah dengan mencurahkan segala upaya guna mencapai tujuan tersebut.19

Tampaknya terdapat pula gerakan kependudukan lain di semenanjung Arab. Perlu dicatat, di sana terdapat para pengungsi bangsa Yahudi, beberapa abad kemudian, memperkenalkan agamanya pada masa pengasingan orang­orang Babilonia. Mereka kemudian menetap di Yathrib (Madinah sekarang), Khaebar, Taima', dan Fadak pada tahun 587 sebelum masehi dan tahun 70 Masehi.20 Suku bangsa Nomad terus mengalami perubahan. Suku bangsa Tha 'liba dari keturunan Qahtan juga tinggal di Madinah. Di antara anak cucu keturunan mereka adalah kabilah Aws dan Khazraj, yang kemudian ke duanya lebih dikenal sebagai kaum al-Ansar'21 (pendukung utama Nabi Muhammad). banu Harithah, yang kemudian dikenal sebagai banu Khuza'a, tinggal di Hejaz menggantikan penduduk sebelumnya, banu Jurhum,22 yang kemudian menjadi pemelihara Baitullah atau Ka'bah di Mekah. Merekalah yang harus memikul tanggung jawab karena melahirkan sistem keberhalaan.23 Bani Lakham, kabilah lain dari Qahtan, menetap di Hira (Kufa, sekarang Irak) di mana mereka mendirikan sebuah negara kecil sebagai penahan antara Jazirah Arabia dan Persia (200-602 masehi).24 Bani Ghassan menetap di Suriah sebelah bawah dan mendirikan kerajaan Ghassan, sebuah negeri penahan antara Byzantin dan Arab, yang berakhir hingga tahun 614 masehi.25 Bani Tay menduduki daerah pegunungan Tayy sedang ban! Kinda menetap di pusat Arab.26 Gambaran secara umum dari semua kabilah tersebut merupakan jalur keturunan Nabi Ibrahim melalui Nabi Isma'il.27

Bab ini tidak dimaksudkan hendak memberi gambaran tentang kota Mekah sebelum Islam, sekadar pendahuluan akan adanya hubungan nenek moyang anggota keluarga Nabi Muhammad. Untuk mempersingkat, saya akan mengungkap dan melacak kelahiran Qusayy, para kakek Nabi Muhammad.

iii. Qusayy Sebagai Penguasa Kota Mekah

Ratusan tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad Qusayy. dikenal sebagai orang yang amat cerdas, perkasa serta memiliki kemampuan administrasi yang tinggi dan mencuat dalam jajaran pentas politik kota Mekah. Mengambil faedah dari kepentingan Byzantin di Mekah waktu itu, la minta pertolongan mereka dalam menguasai kota Mekah dengan mengesampingkan pengaruh Byzantin dengan tidak menghiraukan kepentingan wilayah mereka.28

Qusayy menikahi Hubba bint Hulail, putri kepala Suku Khuza'i di Mekah; kematiannya memberi peluang menaiki tahta kekuasaan dan menye­rahkan pemeliharaan kota Mekah pada anak cucu keturunannya.30 Kabilah Quraish terpencar ke seluruh wilayah yang pada akhirnya semua memasuki kota Mekah dan menyatu di bawah komando kepemimpinannya.31

iv. Mekah: Sebuah Masyarakat Kabilah

Meski disebut sebagai kota negara, city-state, Mekah tetap merupakan masyarakat kesukuan hingga akhir penaklukannya pada masa Nabi Muhammad. Sistem kependudukan masyarakat dibangun menurut kabilah dimana anak-anak dari satu suku dianggap saudara yang memiliki pertalian hubungan darah. Seorang Arab tidak akan dapat memahami pemikiran negara kebangsaan melainkan dalam konteks sistem kesukuan (kabilah),

"Adalah hubungan negara kebangsaan yang mengikat keluarga ke dalam kesukuan,sebuah negara yang didasarkan pada hubungan darah daging seperti halnya negara kebangsaan yang dibangun di atas garis keturunan. Adalah hubungan kekeluargaan yang mengikat semua individu ke dalam negara dan kesatuan. Hal ini dianggap sebagai agama kebangsaan dan hukum perundangan-undangan yang telah mereka sepakati."32

Setiap anggota merupakan asset seluruh kabilah di mana munculnya se­orang penyair kenamaan misalnya, ahli perang pemberani, orang terkenal dalam kebaikan dalam satu kabilah, akan membuat kehormatan dan nama baik seluruh garis keturunannya. Di antara tugas utama tiap pendukung kesukuan adalah mempertahankan bukan saja terhadap anggotanya melainkan setiap mereka yang secara sementara seperti tamu-tamu yang hadir di bawah bendera kabilah. Memberi proteksi pada mereka merupakan suatu kehormatan yang dicapai. Oleh karena itu, kota Mekah sebagai kota kenegaraan selalu siap menyambut setiap pendatang menghadiri perayaan, melakukan ibadah haji,33 atau pun sekadar lewat dengan rombongan berunta. Memberi pelayanan permintaan ini memerlukan keamanan dan fasilitas yang memadai, dan, oleh karena itu institusi kemudian dibangun di kota Mekah (di mana beberapa di antaranya oleh Qusayy sendiri):34 seperti Nadwa (lembaga perkotaan), Mashura (dewan nasihat), Qiyada (kepemimpinan), Sadana (adminstrasi kota suci), Hijaba (pemeliharaan Ka'bah), Siqaya (pengadaan air minum buat para jemaah haji), Imaratul-bait (pemeliharaan kesucian Ka'bah), Ifa`da (mereka yang berhak memberi izin pada orang pertama yang melangkah dalam acara perayaan), Ijaza, Nasi (institutsi penyesuaian kelender), Qubba (membuat tenda mengumpulkan sumbangan bagi mengatasi keadaan darurat, A'inna (pemegang kendali kuda), Rafada (pajak untuk membantu para jemaah haji yang miskin), Amwal muhajjara (sedekah untuk kesucian), Aysar, Ashnaq (pembuat perkiraan pertanggungan jawab keuangan) Hukuma (pemerintahan), Sifarah (kedutaan), `Uqab (penentuan standar), Liwa (panji) dan Hulwan-un­nafr (mobilisasi kesejahteraan).

Tugas berat ini menjadi tanggung jawab anak cucu keturunan Qusayy. Keturunan 'Abdul-Dar misalnya mengambil alih tugas pemeliharaan Ka'bah, balai kelembagaan, dan hak-hak mengangkat panji pada semua staf pada saat peperangan.35 'Abd-Manaf mengatur hubungan luar negeri dengan penguasa Romawi, dan pangeran Ghassan. Hashim (putra lelaki 'Abd-Manaf) mengadakan perjanjian dan dikatakan telah menerima perintah dari kaisar memberi kekuasaan pada orang Quraish untuk melakukan perjalanan melalui Suriah dalam keadaan aman."36 Hashim dan kelompoknya tetap mempertahankan tugasnya sebagai kepala pengaturan makanan dan minuman untuk para jamaah haji. Kekayaannya telah memberi peluang melayani para jamaah haji dengan kebesaran seorang pangeran.37

Sewaktu melakukan misi perdagangan ke Madinah, Hashim terpikat oleh seorang wanita bangsawan suku Khazarite, Salma bint 'Amr. la menikah dan kembali bersamanya ke Mekah, namun saat dalam keadaan hamil ia memilih kembali ke Madinah dan melahirkan seorang putra, bernama Shaiba di sana. Hashim meninggal di Gaza pada saat melakukan misi perdagangan,38 dan memberi kepercayaan pada saudaranya, Muttalib, guna memelihara putranya39 yang saat itu, masih bersama sang ibu. Saat melakukan perjalanan ke Madinah, Muttalib berselisih paham dengan janda Hashim tentang penjagaan pemuda Shaiba, yang pada akhirnya ia berada pada pihak yang menang. Dengan kembali bersama paman dan keponakannya ke Mekah, orang salah pengertian dan mengira anak lelaki itu sebagai hamba Muttalib. Oleh sebab itu, nama julukan Shaiba menjadi 'Abdul-Muttalib.40

Setelah meninggal pamannya, 'Abdul-Muttalib, mewarisi tugas Siqaya (pengadaan air minum buat para jamaah haji) dan Rafada (pengumpul bantuan keuangan untuk para jamaah haji miskin).41 Setelah menemukan kembali sumur zamzam yang mata airnya terbenam dan sudah terlupakan di bawah himpunan pasir beberapa tahun lamanya, ia memperoleh kehormatan dan ketinggian menjadi gubernur kota Mekah. Beberapa tahun sebelumnya ia pernah nazar bahwa jika ia diberi sepuluh orang putra, ia akan mengorbankan satu di antara mereka demi sebuah patung berhala. Sekarang, setelah diberi

v. Masa Qusayy Hingga Muhammad

keberkahan dengan sejumlah putra seperti dikehendaki, 'Abdul-Mutallib berupaya memenuhi janjinya dengan meminta pendapat Azlam42 agar memilih siapa di antara mereka yang hendak dikorbankan. Nama anak termuda (yang paling digemari), 'Abdullah, ternyata itu yang muncul. Pengorbanan ke­munisaan dianggap suatu yang tidak disenangi di kalangan orang Quraish, maka ia mengontak juru sihir yang, menurut ramalan, 'Abdullah akan ditukar dengan seekor unta. Azlam kembali dihubungi, dan nilai nyawa anak muda itu ditaksir dengan harga seratus unta.

Karena luapan kegembiraan melihat peristiwa tersebut 'Abdul-Muttalib membawa putranya, 'Abdullah, ke Madinah untuk mengunjungi beberapa kerabatnya. Di sanalah `Abdullah mengawini Amina, sepupu perempuan Wuhaib yang merupakan tuan rumah dan memiliki asal usul keturunan kabilah (saudara laki-laki Qusayy mendirikan kabilah bani Zuhra dari suku Wuhaib). 'Abdullah menikmati kedamaian dalam keluarga beberapa lama sebelum memulai misi perdagangan ke Syria. Malangnya sepanjang perjalanan jatuh sakit. la kembali ke Madinah dan meninggal dunia di saat Amina mulai kehamilan Muhammad.

vi. Kondisi Keagamaan di Jazirah Arabia

Menjelang masa kenabian Muhammad, Jazirah Arab tidak merasa akrab melihat semua bentuk reformasi keagamaan. Sejak berabad-abad penyem­bahan patung berhala tetap tak terusik, baik pada masa kehadiran permukiman kaum Yahudi maupun upaya-upaya Kristenisasi yang muncul dari Syria dan Mesir. William Muir, dalam bukunya, The Life of Mahomet, beralasan bahwa kehadiran kaum Yahudi atau keberadaan mereka membantu menetralisasi tersebarnya ajaran Injil melalui dua tahap. Pertama, dengan memperkuat diri sendiri di sebelah utara perbatasan Arab, dan untuk itu, mereka membuat penghalang, barrier, antara ekspansi Kristen ke utara dan penghuni kaum berhala di sebelah selatan. Kedua, para penyembah berhala bangsa Arab telah melakukan kompromi dengan agama Yahudi dalam memasukkan cerita legendaris guna menghabisi permintaan aneh-aneh agama Kristen.43 Saya tak dapat menerima teori pendapat ini sama sekali. Menurut pengakuan bangsa Arab, sebenarnya, sisa-sisa keagamaan monoteistik Nabi Ibrahim dan Isma'il yang telah diubah oleh khurafat dan kebodohan. Cerita yang biasanya dimiliki oleh kaum Yahudi dan orang Arab umumnya merupakan hasil keturunan nenek moyang bersama.

Ajaran Kristen abad ke-7 itu sendiri tenggelam dalatn perubahan dan mitos palsu dan terperangkap dalam stagnasi secara total. Dulunya Bangsa Arab yang mengikuti agama Kristen bukan disebabkan oleh sikap persuasif melainkan akibat kekejaman kekuasaan politik.44 Tak ada kekuatan yang dapat melumpuhkan para penyembah berhala bangsa Arab di mana kemusyrikan mencengkeram begitu kuatnya. Lima abad lamanya upaya Kristenisasi mem­buahkan hasil nihil. Perpindahan terhadap agama Kristen hanya terbatas pada ban! Harith dari Najran, bani Hanifa dari Yamama, dan beberapa bani Tayy di Tayma'.45 Dalam masa lima abad, sejarah tidak mencatat adanya satu insiden apa pun yang menyangkut sikap penyiksaan para misionaris Kristen. Di sini sarigat berbeda dari nasib yang dialami oleh pengikut Muhammad sejak awal pertama di Mekah di mana kristenisasi dipandang sebagai suatu hal yang menyusahkan dan mendapat sikap toleran, sebaliknya Islam dianggap sebagai suatu yang membahayakan terhadap institusi keberhalaan bangsa Arab

Kamis, 22 Juli 2010

mynamesausansilwana: Curriculum Vitae adalah Kesan Pertama

mynamesausansilwana: Curriculum Vitae adalah Kesan Pertama: "Resume / Curriculum Vitae (CV) adalah alat untuk memperkenalkan diri anda kepada calon employer. Resume/CV menciptakan kesan pertama yang pe..."

Selasa, 13 Juli 2010

KORUPSI PASCA REFORMASI


Pada tahun 1998 Indonesia dan China sama-sama mencanangkan agenda pemberantasan korupsi melalui momen yang berbeda. Pada tahun tersebut, Orde Baru tumbang digantikan Orde Reformasi dengan agenda pemberantasan KKN, penegakan supremasi hukum dan pembangunan demokrasi.

China pada tahun yang sama mencanangkan hal serupa. Perdana Menteri China Zhu Rongji yang baru dilantik menyatakan perang terhadap korupsi. Sehingga Zhu mengatakan ''Berikan kepada saya seratus peti mati, sembilan puluh sembilan untuk koruptor, satu untuk saya jika saya melakukan hal yang sama.''

Kini pada tahun 2009, agenda reformasi pemberantasan korupsi dari kedua negara menuai hasil yang berbeda. Di Indonesia pada era reformasi ini korupsi semakin meningkat baik dari segi kuantitas yaitu jumlah pelaku koruptor maupun sisi kualitas yaitu nilai uang negara yang dijarah. Korupsi tidak hanya ada di pemerintahan pusat dan pemerintah daerah. Korupsi juga terjadi hampir di semua level jabatan dan di semua daerah. Perilaku korupsi, sepertinya, telah menjadi bagian dari budaya birokrasi, sehingga sebagian pelakunya menganggap bukan lagi sebagai penyimpangan melainkan sebagai kebiasaan dan kewajaran. Korupsi sebagai suatu kewajaran karena dilakukan secara terorganisasi dan bersama-sama. Pihak swasta memberikan suap kepada pejabat agar kepentingannya diakomodasi, apakah itu kepentingan untuk mendapatkan tender proyek di pemerintah, menyuap aparat hukum agar terbebas dari penjara, atau menyuap penentu kebijakan dalam jual beli suara dalam memenangkan satu kandidat. Bahkan, yang amat mencengangkan baru-baru ini, salah satu anggota legislatif yang mencalonkan diri kembali telah terbukti sebagai pelaku koruptor dari salah satu partai masih tetap dijadikan sebagai icon pada partai tersebut.

Adapun China, dianggap banyak negara berhasil memberantas korupsi. China telah mengirim ratusan pejabat yang melakukan korupsi ke penjara dan hukuman mati. Di China, rata-rata koruptor yang dieksekusi itu 10 orang setiap hari (antara.co.id/5/7/07)

Mengapa Indonesia yang iklim demokrasinya lebih maju dibanding China, tapi kurang berhasil dalam memberantas korupsi? China yang menganut sistem komunisme mengharamkan demokrasi, mengontrol pers, melarang pembentukan organisasi massa yang berseberangan dengan kebijakan negara, serta melarang berbagai bentuk peryataan sikap dan ekspresi. Meski China tidak menjalankan demokrasi, meniadakan hak-hak berpolitik dan HAM, tapi negara tersebut berhasil mengebiri para koruptor. Buah dari keberhasilan menekan korupsi itu adalah pertumbuhan ekonomi yang bagus. Kesuksesan ekonomi China, salah satunya karena keberhasilan negara tersebut memberantas korupsi. Pertama, karena alokasi anggaran pembangunan tidak bocor kemana-mana atau tepat sasaran. Kedua, rendahnya tingkat korupsi mengundang investor asing untuk beramai-ramai menanamkan investasinya di sana. Pemerintahan yang tidak korup, amat disukai oleh investor dari berbagai belahan dunia. Karena tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

Kini China menjadi negara yang kuat dalam bidang ekonomi. Itu terlihat dengan tampilnya China sebagai negara yang memiliki cadangan devisa US$1,76 triliun miliar atau terbesar di dunia melampaui Jepang, Amerika Serikat, Jerman, dan Inggris. Bandingkan dengan Indonesia yang memiliki cadangan devisa US$57.464 juta.

Sebaliknya dengan Indonesia. Meski Indonesia berhasil dalam menjalankan agenda demokrasi, yang ditandai dengan dijaminnya kebebasan pers, kebebasan berserikat, dan kebebasan menyatakan pendapat, bahkan pada rezim pemerintahan SBY yang telah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi, toh tindak korupsi seperti makin menjadi. Media massa yang menikmati kebebasan pers, hampir setiap hari memberitakan para koruptor secara lengkap mulai dari modus operandinya, skema penyerahan uang, nilai uang, foto-foto persidangan, hingga trik-trik koruptor untuk mengelabui para penegak hukum. Lembaga pemantau korupsi dan media massa saling bersinergi untuk menekan pemerintah agar membentuk sebuah birokrasi yang tidak memungkinkan pegawai untuk ‘menilep’ uang rakyat.

Masyarakat dan media massa cukup gencar untuk mewacanakan tentang hukuman mati bagi koruptor, baju khusus bagi koruptor, kerja sosial bagi koruptor, hingga koruptor dibuang ke Pulau Nusakambangan. Pers dan masyarakat melalui organisasi massa dan organisasi profesi terus berteriak untuk memberantas korupsi. Singkatnya, pers telah menjalankan fungsinya untuk melakukan pengawasan dengan memberitakan kasus korupsi secara intensif, mendalam, dan berkesinambungan. Namun kemajuan dalam bidang demokrasi politik dan hak-hak sipil, tidak sejalan dengan demokrasi budaya, yaitu budaya untuk malu melakukan korupsi.

Kontrak Hukum

Demokrasi idealnya mampu membawa masyarakat untuk hidup yang lebih baik yaitu mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Karena negara yang demokratis, mengijinkan masyarakat mengkontrol jalannya roda pemerintahan. Alat kontrol masyarakat untuk mengawasi pemerintahan, termasuk mengawasi setiap rupiah anggaran pembangunan adalah LSM, lembaga pemantau korupsi, Mahasiswa dan pers. Banyak kasus korupsi terbongkar, justru awalnya adalah dari laporan masyarakat baik yang di laporkan ke kepolisian maupun melalui pemberitaan oleh pers. Selain kontrol dari masyarakat, Indonesia juga memiliki lembaga khusus yang memberantas korupsi, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan.

Kunci dari keberhasilan dalam memberantas korupsi di Indonesia tidak cukup hanya dengan statement politik. Meski pemerintah sudah mengagendakan secara nasional pemberantasan korupsi, selama para pejabat tidak memiliki political will untuk menyelenggarakan sebuah pemerintahan yang bersih dari KKN, selama itu pula korupsi tetap merajalela.

Para kandidat yang ikut pilkada saat berkampanye ataupun pemilu dan Pilpres saat ini lebih banyak menawarkan program pelayanan fasilitas yang merupakan hak dasar setiap warga negara yaitu pendidikan gratis, kesehatan gratis, dan penciptaan lapangan kerja. Idealnya calon presiden dan para pemimpin daerah (gubernur, bupati, walikota ) harus memasukkan program penegakkan hukum dan pemerintahan yang bersih dalam program kerja yang ditawarkan kepada masyarakat saat berkampanye. Kontrak politik yang dibuat saat kampanye, antara kandidat dengan masyarakat, juga harus ditambah klausul kontrak hukum berupa keberanian untuk penegakan hukum. Dalam kontrak hukum itu harus dijelaskan secara rinci, point-point jenis pekerjaan yang masuk dalam kategori korupsi. Termasuk kontrak hukum agar pejabat harus berani merombak lembaga penegak hukum yang dinilai ”lembek” dan tidak mencatat prestasi berarti dalam pemberantasan korupsi. Para penegak hukum harus diisi dengan orang-orang yang siap menjalankan agenda nasional yang digariskan pemerintah yaitu memberantas korupsi tanpa pandang bulu.

Bila ini dijalankan, pemerintah tidak hanya akan mendapat dukungan dari masyarakat dan dunia. Tapi juga ekonomi nasional semakin kuat, karena setiap rupiah dari anggaran pembangunan tidak mengalami kebocoran dan digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Investor asing juga tidak akan sungkan untuk berinvestasi di Indonesia, karena tidak perlu melakukan suap di setiap meja perijinan. Nah, China telah membuktikan hal itu, kenapa Indonesia tidak?

EFEKTIFITAS RUTAN KLAS 1 MAKASSAR TERHADAP NARAPIDANA ANAK-ANAK


Sistem pemasyarakatan yang dianut oleh pemerintah R.I dewasa ini mempunyai tujuan meningkatkan kesadaran akan eksistensinya sebagai manusia melalui tahap-tahap instropeksi, motivasi, dan self development. Apalagi dengan didukung berbagai elemen masyarakat untuk terus mengembangkan sistem Hukum dan lembaga Hukum.

Saya pun merasa terkejut dengan statement seorang pejabat di salah satu Koran harian yang menyatakan tidak adanya Undang-Undang tentang Peradilan anak, yang ada hanyalah Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak. Benarkah Demikian ? . Sayangnya, hal itu tidaklah benar, karena telah jelas sejak tahun 1997 Undang-Undang tentang Peradilan anak telah tersosialisasi dan telah di berlakukan. Dan Undang-Undang ini telah menjadi acuan bagi beberapa instansi dalam menjalankan perannya.

Salah satunya pada Rumah Tahanan (RUTAN) klas I makassar yang telah begitu banyak melakukan perkembangan yang signifikan dalam hal implementasi pembinaan terhadap Tahanan/Narapidana ( Warga Binaan ) anak-anak., mulai dari melaksanakan perubahan sistem penjara menjadi pembinaan, hingga adanya standar internasional untuk pemenuhan kriteria-kriteria yang baik.

Rumah Tahanan Negara ialah tempat dimana para tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan mahkamah agung. Hal ini sesuai dengan pasal 19 ayat(1)KUHP.

Sejak tahun 1963, menteri kehakiman kala itu pada pengukuhan doctor honoris causanya ia mencetuskan perubahan paradigma dari sistem kepenjaraan ke sistem Pemasyarakatan.

Pada tahun 1995, sistem pemasyarakatan ini diperkuat lagi oleh Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan .Pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan yang dilakukan oleh Negara kepada narapidana dan tahanan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana untuk menjadi manusia yang menyadari kesalahannya . selanjutnya, pembinaan yang diharapkan agar mereka mampu memperbaiki diri dan tidak melakukan tindak pidana yang pernah dilakukannya.

Sedangkan sistem pemasyarakatan ialah Suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat , dapat aktif berperan dalam pembangunan, dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Hal-hal tersebut diatas merupakan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh Instansi Rumah Tahanan Klas I Makassar, dan seluruh Instansi Rumah Tahanan di seluruh Indonesia.

Saat ini, Rutan Makassar dihuni sekitar 870 orang dewasa dan 58 orang anak pidana yang keduanya didominasi pada kasus pencurian ( 4 maret 2009 ). Dengan tenaga staf yang sangat minim dan jumlah tahanan yang melebihi kapasitas, maka dalam penyelenggaraan pembinaan dirasakan cukup berat bagi para staf. Bagaimana tidak, tiap satu orang Pembina harus melayani kurang lebih enam warga binaan ditambah lagi jumlah tahanan yang terus menerus meningkat dari tahun ke tahun dengan mobilitas keluar masuk Tahanan dan Narapidana yang tinggi. walaupun demikian, Instansi ini tidak patah arang. Untuk membantu mempermudah kerja-kerja instansi, maka sebagian besar narapidana /tahanan diberdayakan untuk memberikan bantuan baik dalam bidang Pelayanan Tahanan, maupun bidang lainnya yang dianggap mampu untuk tahanan kuasai.

Adapun beberapa upaya yang dilakukan oleh instansi untuk meminimalisir tindak kekerasan di dalam Instansi , antara lain :Program Bebas peredaran Uang ( sejak Tahun 2004),Barang dan uang dititipkan & Larangan menyimpan uang tunai,Kantin Rutan, Program Pendidikan & olahraga, dan sistem pengawasan yang sangat ketat.

a.UU No.3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

Profil anak berkonflik dengan Hukum lebih banyak dijatuhi hukuman pidana daripada menjatuhkan tindakan (maatregel). Padahal, sudah jelas hasil revisi UU atas pasal 20 jo pasal 24 UU No.3/1997 telah memerintahkan hakim untuk memberikan prioritas penjatuhan tindakan daripada pidana penjara dan menggunakan pendapat Hukum sebagai rekayasa social (law as a tool of social engineering ), maka perbuatan norma Hukum (legal substance) yang mengikat hakim untuk memprioritaskan tindakan.

Selain itu, tentang peradilan anak yang selama ini mengacu pada UU No.3 / 1997 tentang peradilan anak, yang mengadili anak usia 8 tahun. Pada Usia ini sangat berat jika berada pada tempat yang sangat rentan mengalami beban psikologis , fisik dan mental. Bahkan, Penyidikan perkara anak bermasalah dengan Hukum yang semestinya semenjak penyidikan didampingi oleh petugas khusus (penyidik / polisi, penuntut umum dan diadili oleh hakim anak ),tidak seluruhnya dapat direalisasikan seperti perintah UU No.3 Tahun 1997.

b. Undang –Undang No.I Tahun 1974 tentang Perkawinan

Pasal 45

Ayat ( 1 ) Kedua orang tua wajib mendidik anak –anak mereka dengan sebaik-baiknya .

Ayat ( 2 ) Kewajiban Orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri . tanggung jawab dan motivasi seyogyanya diberikan : Tidak hanya pada saat anak berada dalam rumah tetapi juga pada saat anak anda sedang berada di luar rumah,Tidak hanya pada saat bayi dan anak-anak, tetapi juga pada saat bayi dan anak-anak, tetapi juga pada saat anak sudah dewasa atau mampu mandiri/sudah kawin, tidak hanya pada saat anak belum nakal, tetapi juga setelah nakal dan atau telah melakukan perbuatan melanggar Hukum, bahkan anak yang telah menjadi penghuni Lapas/ Rutan.

Bila anak yang telah menjadi penghuni Lapas/ Rutan , tanggung jawab pembinaan terhadap anak didik pemasyarakatan memang telah beralih kepada kepala Lapas/Rutan beserta para Pembina dan jajarannya, namun bukan berarti orang tua lepas tangan , tetapi harus tetap memberikan motivasi baik dari orang tua maupun segenap unsur masyarakat.

Adapun jika dicampurnya tempat anak-anak dengan dewasa secara terus menerus pada Rutan Klas I Makassar akan Terjadi transfer pengetahuan. Yang dimaksud pengetahuan disini ialah pengetahuan kejahatan. Disinilah potensi baru kejahatan terpupuk. Jika awalnya sang anak masuk rutan karena mencuri ayam, begitu keluar ia bisa mencuri motor. Transfer ilmu kejahatan berkembang disini. Mereka menjadi keras dan banal, serta mental bisa rusak akibat tekanan-tekanan yang mereka dapatkan dari tahanan-tahanan dewasa.

Seharusnya pemerintah kota makassar maupun propinsi memberikan perhatian serius bagi anak-anak ini, lebih baik mereka tidak ditempatkan dalam rutan/lapas, tapi lebih pada pembinaan social di luar instansi , mengingat mereka adalah objek yang sangat rentan disiksa dan mendapatkan perlakuan buruk, baik oleh Tahanan ataupun napi lainnya . dan jika ditempatkan pada dalam Rutan, harus ada Rutan tersendiri untuk mereka.

Over kapasitas dalam Rutan merupakan kondisi yang urgen untuk dientaskan. Putusan hakim yang memenjarakan pelaku kejahatan baiknya hanya terhadap pelaku kejahatan yang sangat serius. Jika pembinaan di Rutan/Lapas dinilai justru akan mengakibatkan lebih buruk lagi keadaannya , maka bentuk/ jenis tindakan lain merupakan alternative yang perlu dipertimbangkan. Oleh karenanya, mendesak kiranya bahwa ketentuan pemidanaan dalam KUHP layak ditinjau kembali , yaitu dengan menambah alternative pemidanaan , seperti : kerja social, rehabilitasi atau pendidikan pelatihan, disamping pidana denda dan pidana bersyarat. Hal ini juga memberikan pengaruh positif terhadap Rutan klas I Makassar karena mengurangi besarnya jumlah penghuni Rutan dan selanjutnya mempermudah pengawasan dan pengendalian. Dan sekali lagi, Perlu dibangun Rutan khusus anak-anak mengingat dampaknya sangat besar bagi kelanjutan pertumbuhan anak pidana itu sendiri. Pihak terkait pun Perlu menyusun rancangan dan Pola pembinaan yang ramah anak agar anak-anak mantan Tahanan/Narapidana siap kembali ke lingkungan masyarakat tanpa ada faktor penunjang mereka untuk melakukan delik kembali,.